MAKALAH
FISIKA ATOM DAN INTI
“ ENERGI TERMONUKLIR “
Disusun
Oleh:
Nama
: Rahmat Karuniawan
Nim
: A1C312011
Dosen
Pengampu: Dra. Jufrida, M.Si
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN
ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN AJARAN 2015
BAB 1
Pendahuluan
1.1 Latar belakang
Matahari
yang setiap hari memancarkan sinarnya ke bumi dan juga ke planet-planet lain
yang ada pada tatasurya kita, adalah sumber kehidupan bagi semua makhluk hidup
yang ada di bumi ini. Pemancaran energi matahari yang sampai ke bumi telah
berlangsung terus menerus sejak kurang lebih 5.000.000.000 tahun yang lalu dan
akan terus berlangsung sampai waktu yang belum diketahui. Energi matahari yang
seakan-akan tak akan habis tersebut, menarik untuk diamati karena sumber energi
matahari tersebut ternyata berasal dari reaksi thermonuklir yang sangat dahsyat
dan menghasilkan panas dalam orde jutaan derajat celcius.
Oleh karena
sumber energi matahari berasal dari reaksi thermonuklir, berarti energinya bisa
berkurang dan pada akhirnya akan habis manakala reaktan yang terlibat dalam
reaksi thermonuklir telah habis bereaksi. Apabila reaktan yang bereaksi telah
habis, maka matahari akan padam dan ini berarti kematian bagi semua makhluk
hidup yang ada di bumi ini. Tulisan ini akan membahas bagaimana reaksi
thermonuklir bisa terjadi di matahari, berapa panas yang dihasilkannya dan
kapan reaksi thermonuklir akan berhenti atau kapan matahari akan padam.
1.2 Rumusan masalah
1.
Apa
itu suhu matahari
2.
Apa
itu atmosfir matahari
3.
Bagaimana
reaksi termonuklir
4.
Kapan
matahari akan padam
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Suhu
matahari
Menurut para ahli astronomi modern
yang mempelajari keberadaan bintang-bintang di jagat raya ini, matahari kita
adalah salah satu bintang diantara 100.000.000 bintang yang ada pada suatu
kelompok atau galaksi yang disebut dengan kelompok bintang "Milky Way".
Matahari sebenarnya adalah suatu bintang yang besarnya termasuk rata-rata
dibandingkan dengan ukuran bintang-bintang lainnya. Banyak bintang lainnya yang
ukurannya jauh lebih besar dari pada ukuran matahari kita. Diameter matahari
1.400.000 kilometer yang berarti 100 kali diameter bumi. Gravitasi matahari
lebih kuat dari pada gravitasi di bumi, yaitu 28 kali lebih kuat dari pada
gravitasi bumi. Cahaya bintangpun ada yang jauh lebih terang yang berarti
suhunya juga jauh lebih panas dari pada suhu matahari kita. Matahari tampak
sangat besar dibandingkan dengan bintang-bintang yang tersebar di jagat raya
ini karena letaknya yang relatif sangat dekat dengan bumi, yaitu sekitar
150.000.000 kilometer. Bintang yang paling dekat dengan bumi adalah bintang
Alpha Centauri yang jaraknya 40.000.000.000.000 kilometer dari bumi.
Matahari sebagai dapur nuklir
menghasilkan panas yang sangat amat tinggi hasil dari reaksi thermonuklir yang
terjadi di matahari. Suhu pada pusat matahari (pada inti) diperkirakan mencapai
lebih dari 14.000.000 ºC, sedangkan suhu permukaannya relatif dingin, yaitu
sekitar 5.000 - 6.000 ºC. Struktur matahari terdiri atas beberapa bagian, yaitu
yang ada di pusat disebut "inti matahari", kemudian bagian antara
inti matahari sampai dengan permukaan matahari disebut "photosphere".
Pada permukaan terdapat bagian yang disebut dengan "sunspots" yang
tampak lebih gelap, karena suhunya memang relatif lebih dingin dibandingkan
dengan bagian lain. Sunspots bersuhu sekitar 4000 ºC, lebih dingin bila
dibandingkan dengan suhu pada permukaan matahari, sehingga wajar bila tampak
lebih gelap kalau dilihat dengan "coronagraph".
2.2 Atmosfer
Matahari
Atmosfir matahari terletak di atas
permukaan matahari yang sebagian besar berupa gas Hidrogen. Atmosfir matahari
terdiri atas 2 bagian utama, yaitu "chromospher" dan
"corona". Bagian chromosphere dapat mencapai ketebalan 12.000
kilometer dari permukaan matahari, sedangkan bagian corona tampak bagaikan
mahkota berwarna putih yang melingkari matahari. Corona dapat mencapai
ketinggian ratusan ribu bahkan dapat sampai jutaan kilometer dari permukaan
matahari.
Suhu
pada chromosphere dan pada corona sangat jauh berbeda. Chromosphere yang
terletak pada permukaan matahari bersuhu kurang lebih 5.000 ºC, sedangkan suhu
pada daerah corona dapat mencapai sekitar 10.000 - 100.000 ºC, atau bahkan
dapat lebih tinggi lagi. Suhu corona yang jauh lebih panas dari pada suhu
chromosphere, padahal letaknya lebih jauh dari inti matahari sempat menimbulkan
pertanyaan diantara para ahli astronomi dan astrofisika. Suhu yang lebih tinggi
pada bagian corona ternyata disebabkan karena adanya "kejutan gelombang
yang sangat kuat" yang berasal dari gerakan turbulen photosphere yang
memanaskan lapisan gas pada corona. Selain dari itu, pada permukaan
chromosphere sering terjadi lidah api akibat letusan ataupun ledakan gas yang
ada pada permukaan chromosphere. Letusan atau ledakan yang menimbulkan lidah
api ini sering disebut dengan "prominence". Lidah api ini dapat
mencapai ketinggian ratusan ribu kilometer dari permukaan chromosphere.
Prominence ini dapat dilihat jelas pada saat terjadi gerhana matahari total.
Peristiwa
lain yang terjadi pada permukaan chromosphere adalah timbulnya filament gas
akibat gerakan gas chromosphere yang panas. Filament gas ini tampak pada
permukaan chromosphere sebagai sel-sel kasar yang disebut "supergranulation".
Peristiwa-peristiwa tersebut di atas terjadi silih berganti yang menyebebkan
timbulnya "plage" dan "flare". Plage adalah keadaan
matahari pada saat panas dan bercahaya terang. Sedangkan flare adalah semburan
energi tinggi dari permukaan matahari, berupa radiasi partikel sub atomik.
Radiasi partikel sub atomik ini dapat sampai ke atmosfir bumi dan memicu
terjadinya reaksi inti yang merupakan sumber radiaasi kosmogenis.
2.3 Reaksi
Thermonuklir
Sudah sejak lama orang memikirkan
dari mana asal energi matahari yang begitu panas dan setiap hari dipancarkan ke
bumi, namun sampai saat ini belum juga habis sumber energi tersebut. Sampai
dengan pertengahan abad ke 19, pada saat orang belum mengenal reaksi nuklir,
orang masih menganggap bahwa energi matahari berasal dari bola api besar yang
sangat panas. Kalau benar bahwa matahari berasal dari bola api besar, lantas
timbul pertanyaan apa yang menjadi bahan bakar bola api tersebut? Para ilmuwan
pada saat itu belum bisa menjawab dengan tepat.
Mungkinkah kayu, batubara, minyak
atau bahan bakar lainnya yang terdapat di matahari yang dibakar berdasarkan
reaksi kimia biasa sehingga timbul bola api besar tersebut? Kalau benar
bahan-bahan tersebut dibakar untuk menghasilkan energi matahari, maka
berdasarkan perhitungan reaksi kimia, energi yang dihasilkan hanya dapat
bertahan beberapa ribu tahun saja. Setelah itu matahari akan padam. Padahal
matahari telah memancarkan energinya sejak ratusan juta bahkan orde milyard
tahun yang lalu. Dengan demikian maka anggapan bahwa sumber energi matahari
tersebut berasal dari kayu, batubara, minyak atau bahan bakar lainnya adalah
tidak benar. Para ahli astronomi dan juga astrofisika pada saat ini telah
memperkirakan bahwa unsur-unsur kimia yang ada di bumi juga terdapat di
matahari. Akan tetapi sebagian besar unsur kimia yang terdapat di matahari
tersebut, sekitar 80% berupa gas Hidrogen. Sedangkan unsur kedua yang banyak
terdapat di matahari adalah gas Helium, kurang lebih sebanyak 19 % dari seluruh
massa matahari. Sisanya yang 1 % terdiri atas unsur-unsur Oksigen, Magnesium,
Nitrogen, Silikon, Karbon, Belerang, Besi, Sodium, Kalsium, Nikel serta
beberapa unsur lainnya.
Unsur-unsur kimia tersebut bercampur
menjadi satu dalam bentuk gas sub atomik yang terdiri atas inti atom, elektron,
proton, neutron dan positron. Gas sub atomik tersebut memancarkan energi yang
amat sangat panas yang disebut "plasma". Energi matahari dipancarkan
ke bumi dalam berbagai macam bentuk gelombang elektromagnetis, mulai dari
gelombang radio yang panjang maupun yang pendek, gelombang sinar infra merah,
gelombang sinar tampak, gelombang sinar ultra ungu dan gelombang sinar -x.
Secara visual yang dapat ditangkap oleh indera mata adalah sinar tampak,
sedangkan sinar infra merah terasa sebagai panas.
Bentuk gelombang elektromagnetis
lainnya hanya dapat ditangkap dengan bantuan peralatan khusus, seperti detektor
nuklir berikut piranti lainnya. Pada saat matahari mengalami plage yang
mengeluarkan energi amat sangat panas, kemudian diikuti terjadinya flare yaitu
semburan partikel sub atomik keluar dari matahari menuju ke ruang angkasa, maka
pada sistem matahari diperkirakan telah terjadi suatu reaksi thermonuklir yang
sangat dahsyat. Keadaan ini diduga pertama kali pada tahun 1939 oleh seorang
ahli fisika Amerika keturunan Jerman bernama Hans Bethe. Menurut Bethe, energi
matahari yang amat sangat panas tersebut disebabkan oleh karena terjadi reaksi
fusi atau penggabungan inti ringan menjadi inti yang lebih berat. Reaksi
thermonuklir yang berupa reaksi fusi tersebut adalah penggabungan 4 inti
Hidrogen menjadi inti Helium, berdasarkan persamaan reaksi inti berikut ini:
(H1 + H1 -> H2 + Beta+ + v + 0,42 MeV) x 2
(H1 + H2 -> He3 + Gamma + 5,5 MeV) x 2
He3 + He3 -> He4 + 2H1 + 12,8 MeV
---------------------------------------- +
H1 -> He4 + 2Beta+ + 2Gamma + 2v + 24,64 MeV
(H1 + H2 -> He3 + Gamma + 5,5 MeV) x 2
He3 + He3 -> He4 + 2H1 + 12,8 MeV
---------------------------------------- +
H1 -> He4 + 2Beta+ + 2Gamma + 2v + 24,64 MeV
Menurut Bethe, reaksi inti
yang serupa reaksi fusi tersebut di atas, dapat menghasilkan energi panas yang
amat sangat dahsyat. Selain dari itu, karena sebagian besar massa matahari
tersebut tersusun oleh gas Hidrogen (80%) dan gas Helium (19%), maka masih ada
kemungkinan terjadinya reaksi fusi lain berdasarkan reaksi rantai proton-proton
sebagai berikut:
H1 + H1 -> H2 + Beta+ + v
H1 + H2 -> He3 + Gamma
He3 + He4 -> Be7 + Gamma
Be7 + Beta+ -> Li7 + Gamma + v
------------------------------------ +
Li7 + H1 -> He4 + He4
H1 + H2 -> He3 + Gamma
He3 + He4 -> Be7 + Gamma
Be7 + Beta+ -> Li7 + Gamma + v
------------------------------------ +
Li7 + H1 -> He4 + He4
Terbentuknya gas Helium
berdasarkan reaksi thermonuklir tersebut di atas juga menghasilkan energi yang
amat sangat panas. Kemungkinan lain, gas Helium juga dapat terbentuk melalui
reaksi nuklir berikut ini :
Be7 + H1 -> B8 + Gamma
B8 -> Be8 + Beta+ + v
Be8 -> He4 + He4
B8 -> Be8 + Beta+ + v
Be8 -> He4 + He4
Walaupun
reaksi inti tersebut di atas sudah dapat menghasilkan energi yang amat sangat
panas, ternyata masih ada kemungkinan lain untuk terjadinya reaksi thermonuklir
matahari yang menghasilkan energi yang jauh lebih dahsyat dan lebih panas lagi.
Reaksi thermonuklir tersebut akan mengikuti reaksi inti rantai Karbon -
Nitrogen sebagai berikut :
C12 + H1 -> N13 + Gamma
N13 -> C13 + Beta+ + v
C13 + H1 -> N14 + Gamma
N14 + H1 -> O15 + Gamma
O15 -> N15 + Beta+ + v
N15 + H1 -> C12 + He4
N13 -> C13 + Beta+ + v
C13 + H1 -> N14 + Gamma
N14 + H1 -> O15 + Gamma
O15 -> N15 + Beta+ + v
N15 + H1 -> C12 + He4
Reaksi
ratai Karbon - Nitrogen tersebut di atas, menghasilkan panas yang jauh lebih
panas dari pada reaksi rantai Proton - Proton maupun reaksi fusi Hidrogen
menjadi Helium. Reaksi-reaksi thermonuklir tersebut di atas dapat terjadi di
matahari dan juga di bintang-bintang yang tersebar di jagat raya ini. Reaksi
thermonuklir sejauh ini dianggap sebagai sumber energi matahari maupun energi
bintang. Bintang yang bersinar lebih terang dari pada matahari kita yang
berarti pula bahwa suhunya jauh lebih panas, maka reaksi thermonuklir yang
terjadi pada bintang tersebut pada umumnya akan mengikuti reaksi rantai Karbon
- Nitrogen.
2.4 Kapan
Matahari Akan Padam?
Pertanyaan kapan matahari akan padam
adalah suatu pertanyaan yang sulit dijawab dengan pasti, apalagi kalau harus
membuktikan kebenarannya. Namun sama halnya dengan keingintahuan manusia untuk
mengetahui berapa umur bumi atau kapan terbentuknya bumi ini, maka para ahlipun
berusaha dengan akalnya untuk memperkirakan kapan matahari akan padam. Seperti
telah diterangkan di muka, bahwa matahari akan padam manakala reaksi
thermonuklir di matahari telah berhenti. Apabila matahari padam, maka kehidupan
di muka bumi akan berhenti. Secara empiris telah dapat dibuktikan bahwa ada
bintang yang pada mulanya bersinar terang, akan tetapi kemudian sinarnya makin
redup dan akhirnya padam. Keadaan ini telah direkam oleh teleskop angkasa luar
hubble. Atas dasar ini maka dapat saja matahari pada suatu saat akan padam.
Seorang fisikawan Jerman, Hermann
von Helmholtz, pada tahun 1825 mengamati perkembangan matahari yang ternyata
diameter matahari setiap tahunnya menyusut 85 m. Kalau pengamatan Helmholtz
benar, maka berdasarkan perhitungan penyusutan diameter matahari, umur matahari
hanya akan bertahan untuk waktu 20.000.000 sampai dengan 25.000.000 tahun sejak
matahari mengalami penyusutan. Untuk kurun waktu itu, teori Helmholtz ini cukup
memuaskan para ilmuwan, sebelum akhirnya digugurkan oleh teori reaksi
thermonuklir yang masih bertahan sampai saat ini. Atas dasar teori thermonuklir
sudah barang tentu teori Helmholtz menjadi tidak benar, karena dalam
kenyataannya matahari telah bersinar sejak orde 5.000.000.000 tahun yang lalu atau
bahkan lebih dari itu, suatu umur yang melebihi perkiraan Helmholtz.
Reaksi thermonuklir yang dikemukakan
oleh Hans Bethe seperti yang telah diuraikan di muka, sebenarnya mirip dengan
reaksi kimia konvensional dalam arti bahwa reaksi masih dapat berlangsung
selama masih tersedia unsur atau reaktan yang menyebabkan terjadinya proses
reaksi thermonuklir tersebut. Pada reaksi thermonuklir yang terjadi di
matahari, sebagai reaktan utama adalah gas Hidrogen. Para ahli astronomi dan
astrofisika berpendapat bahwa dengan bertambahnya umur matahari, maka pemakaian
Hidrogen untuk reaksi thermonuklir dalam rangka mendapatkan energi yang amat
sangat panas makin bertambah. Pada peristiwa ini energi yang dihasilkan oleh
reaksi thermonuklir juga bertambah, sehingga energi radiasi yang dipancarkan
matahari juga bertambah. Hal ini berarti pula suhu atmosfir bumi akan naik dan
bumi akan terasa makin panas.
Apabila pendapat para ahli astronomi
dan astrofisika tersebut benar, yaitu dengan bertambahnya umur matahari akan membuat
persediaan gas Hidrogen pada permukaan matahari berkurang, maka jelas bahwa
cepat atau lambat matahari pada akhirnya akan padam. Berdasarkan teori ini
energi radiasi matahari diperkirakan masih dapat bertahan untuk jangka waktu
kurang lebih 10.000.000.000 tahun lagi, setelah itu matahari padam. Contohnya
adanya bintang yang pada saat ini sedang dalam proses menuju ke keadaan padam,
telah dapat direkam gambarnya oleh teleskop ruang angkasa Hublle. Hal ini
secara empiris menunjukkan kemungkinan yang sama dapat terjadi pada matahari
kita. Namun apa yang terjadi akan terjadi sebelum waku 10.000.000.000. tahun
tersebut terjadi? Secara teori dalam perjalanan menuju waktu 10.000.000.000.
tersebut, suhu atmosfir bumi akan naik terus karena energi radiasi yang datang
dari matahari bertambah panas.
Keadaan ini akan menyebabkan es yang
ada di kutub utara dan selatan akan mencair yang mengakibatkan tenggelammnya
beberapa daratan atau garis pantai akan bergeser ke arah daratan. Kota-kota
yang berada di pantai akan tenggelam. Ini baru merupakan bencana awal bagi
kehidupan manusia di muka bumi ini. Bencana berikutnya adalah menguapnya semua
air yang ada di bumi ini, karena suhu atmosfir bumi makin panas yang pada
akhirnya tidak ada lagi air di muka bumi ini.
Bumi yang menjadin kering kerontang
tanpa air sama sekali dan suhunya yang panas menyebabkan berakhirnya kehidupan
di muka bumi ini. Keadaan ini aka terjadi menjelang waktu mendekati
10.000.000.000 tahun yang akan datang.
Pada saat matahari kehabisan reaktan
gas Hidrogen, maka reaksi thermonuklir benar-benar akan berhenti dan ini
berarti matahari padam. Matahari yang telah padam ini akan mengeci;l
(menyusust) menjadi suatu planet kecil yang dingin membeku yang disebut
"White dwarf" atau si kerdil putih yang bukan matahari lagi! Contoh
bintang atau planet yang sudah menjadi "white dwarf" di jagat raya
ini cukup banyak, salah satunya planet bintang yang pada saat ini sedang menuju
kematian seperti yang direkam oleh teleskop ruang angkasa Hubble. Sekali lagi keadaan
tersebut akan terjadi 10.000.000.000 tahun yang akan datang. Keterangan ini
merupakan jawaban untuk pertanyaan kapan reaksi thermonuklir di matahari
berhenti atau matahari padam.
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Matahari sebagai dapur nuklir menghasilkan
panas yang sangat amat tinggi hasil dari reaksi thermonuklir yang terjadi di
matahari. Suhu pada pusat matahari (pada inti) diperkirakan mencapai lebih dari
14.000.000 ºC, sedangkan suhu permukaannya relatif dingin, yaitu sekitar 5.000
- 6.000 ºC. Struktur matahari terdiri atas beberapa bagian, yaitu yang ada di
pusat disebut "inti matahari", kemudian bagian antara inti matahari
sampai dengan permukaan matahari disebut "photosphere". permukaan
matahari yang sebagian besar berupa gas Hidrogen.
Atmosfir matahari terdiri atas 2 bagian utama,
yaitu "chromospher" dan "corona". Bagian chromosphere dapat
mencapai ketebalan 12.000 kilometer dari permukaan matahari, sedangkan bagian
corona tampak bagaikan mahkota berwarna putih yang melingkari matahari. Corona
dapat mencapai ketinggian ratusan ribu bahkan dapat sampai jutaan kilometer
dari permukaan matahari. Reaksi thermonuklir yang berupa reaksi fusi tersebut
adalah penggabungan 4 inti Hidrogen menjadi inti Helium, berdasarkan persamaan
reaksi inti berikut ini:
(H1 + H1 -> H2 + Beta+ + v + 0,42 MeV) x 2
(H1 + H2 -> He3 + Gamma + 5,5 MeV) x 2
He3 + He3 -> He4 + 2H1 + 12,8 MeV
---------------------------------------- +
H1 -> He4 + 2Beta+ + 2Gamma + 2v + 24,64 MeV
(H1 + H2 -> He3 + Gamma + 5,5 MeV) x 2
He3 + He3 -> He4 + 2H1 + 12,8 MeV
---------------------------------------- +
H1 -> He4 + 2Beta+ + 2Gamma + 2v + 24,64 MeV
Reaksi inti yang serupa reaksi fusi tersebut di atas,
dapat menghasilkan energi panas yang amat sangat dahsyat. Selain dari itu,
karena sebagian besar massa matahari tersebut tersusun oleh gas Hidrogen (80%)
dan gas Helium (19%).
Walaupun reaksi inti tersebut di atas sudah
dapat menghasilkan energi yang amat sangat panas, ternyata masih ada
kemungkinan lain untuk terjadinya reaksi thermonuklir matahari yang
menghasilkan energi yang jauh lebih dahsyat dan lebih panas lagi. Reaksi
thermonuklir tersebut akan mengikuti reaksi inti rantai Karbon - Nitrogen
sebagai berikut :
C12 + H1 -> N13 + Gamma
N13 -> C13 + Beta+ + v
C13 + H1 -> N14 + Gamma
N14 + H1 -> O15 + Gamma
O15 -> N15 + Beta+ + v
N15 + H1 -> C12 + He4
N13 -> C13 + Beta+ + v
C13 + H1 -> N14 + Gamma
N14 + H1 -> O15 + Gamma
O15 -> N15 + Beta+ + v
N15 + H1 -> C12 + He4
Reaksi ratai Karbon - Nitrogen tersebut di atas,
menghasilkan panas yang jauh lebih panas dari pada reaksi rantai Proton -
Proton maupun reaksi fusi Hidrogen menjadi Helium. Reaksi-reaksi thermonuklir
tersebut di atas dapat terjadi di matahari dan juga di bintang-bintang yang
tersebar di jagat raya ini. Reaksi thermonuklir sejauh ini dianggap sebagai
sumber energi matahari maupun energi bintang.
Pada
reaksi thermonuklir yang terjadi di matahari, sebagai reaktan utama adalah gas
Hidrogen. Para ahli astronomi dan astrofisika berpendapat bahwa dengan
bertambahnya umur matahari, maka pemakaian Hidrogen untuk reaksi thermonuklir
dalam rangka mendapatkan energi yang amat sangat panas makin bertambah. Pada
peristiwa ini energi yang dihasilkan oleh reaksi thermonuklir juga bertambah,
sehingga energi radiasi yang dipancarkan matahari juga bertambah. Apabila
pendapat para ahli astronomi dan astrofisika tersebut benar, yaitu dengan
bertambahnya umur matahari akan membuat persediaan gas Hidrogen pada permukaan
matahari berkurang, maka jelas bahwa cepat atau lambat matahari pada akhirnya
akan padam.
DAFTAR PUSTAKA
Wisnu Arya Wardhana, 1996,
radioekologi, Andi Offset, Yogyakarta.
Wisnu Arya Wardhana, 2000, Energi
Via Satelite Sebuah gagasan untuk Abab 21, Majalah Energi Edisi No. 7,
Yogyakarta.
Wisnu Arya Wardhana, 2000, Matahri
sebagai Sumber Energi, bahan Ceramah Siaran Interaktif Khasanah Iptek, Radio
Bikima, Yogyakarta
Kaplan, Irving, 1979, Nuclear
Physiscs, Addison Wesle Inc, London>
The Sun , 1982, New Book Of Popular
Science, Volume II, Grolier Inc, USA.
Glasstone, Samuel, 1971, Source Book
on Atomic Energy, Van Nostrand, New Jersey.